Review Film: Encanto (2021) Sebagai film animasi ke-60 dari Walt Disney Animation Studios, Encanto memikul beban ekspektasi yang cukup berat untuk memberikan sesuatu yang istimewa. Dan hasilnya, film yang dirilis pada tahun 2021 ini berhasil melampaui harapan tersebut dengan cara yang sangat berbeda dari pendahulunya. Jika film-film Disney sebelumnya sering berfokus pada perjalanan epik seorang putri mencari jati diri di negeri antah berantah, Encanto justru mengambil pendekatan yang lebih intim dan domestik. Film ini tidak mengirim pahlawannya keluar rumah untuk melawan naga atau penyihir jahat, melainkan mengajak penonton masuk ke dalam ruang tamu untuk menghadapi “monster” yang jauh lebih nyata dan relatable: dinamika keluarga yang rumit dan trauma antargenerasi.
Berlatar di pegunungan Kolombia yang memukau, Encanto menceritakan kisah keluarga Madrigal yang tinggal di sebuah rumah ajaib bernama Casita. Setiap anggota keluarga ini diberkati dengan kemampuan magis unik—mulai dari kekuatan super hingga kemampuan menyembuhkan dengan makanan—kecuali satu orang: Mirabel. Premis tentang seorang gadis biasa di tengah keluarga luar biasa ini menjadi fondasi bagi sebuah narasi yang menyentuh hati. Encanto bukan sekadar tontonan musikal yang meriah, melainkan sebuah eksplorasi psikologis tentang bagaimana ekspektasi keluarga bisa menjadi anugerah sekaligus kutukan yang mematikan.
Estetika Visual dan Realisme Magis
Secara visual, Encanto adalah pesta bagi indra penglihatan. Tim animator Disney berhasil mendorong batas teknologi animasi ke tingkat yang baru, terutama dalam hal pencahayaan, tekstur, dan koreografi. Kolombia digambarkan dengan palet warna yang hidup, penuh dengan detail budaya yang autentik, mulai dari motif pakaian tradisional, arsitektur rumah, hingga flora dan fauna lokal seperti kapibara dan toucan. Konsep “Realisme Magis” yang lekat dengan sastra Amerika Latin diterjemahkan dengan indah ke dalam bahasa visual; sihir di sini tidak terasa asing atau menakutkan, melainkan menjadi bagian organik dari kehidupan sehari-hari mereka.
Salah satu pencapaian terbesar film ini adalah karakterisasi “Casita”. Rumah keluarga Madrigal bukan sekadar latar tempat, melainkan karakter yang hidup dan bernapas. Lantai yang bergerak, ubin yang bergeser, dan jendela yang melambai memberikan kepribadian yang hangat pada bangunan tersebut. Casita berfungsi sebagai barometer emosional keluarga; ketika hubungan antar anggota keluarga retak, fisik rumah pun ikut retak. Metafora visual ini sangat efektif untuk menggambarkan bagaimana ketidakharmonisan internal bisa merusak fondasi tempat berlindung yang paling aman sekalipun. Detail animasi pada rambut keriting Mirabel atau tekstur rok yang berayun saat menari juga patut diacungi jempol, menunjukkan perhatian terhadap detail yang luar biasa.
Musikalitas Naratif Karya Lin-Manuel Miranda Review Film: Encanto (2021)
Tidak mungkin membicarakan Encanto tanpa membahas elemen musiknya. Lin-Manuel Miranda, sang jenius di balik Hamilton dan Moana, kembali menyumbangkan lagu-lagu orisinal yang tidak hanya enak didengar tetapi juga krusial bagi penceritaan. Berbeda dengan musikal Disney klasik yang sering kali menggunakan lagu sebagai “jeda” atau ekspresi keinginan hati yang umum, lagu-lagu di Encanto berfungsi sebagai eksposisi karakter yang padat dan dialog yang dinyanyikan. Lagu fenomenal “We Don’t Talk About Bruno” adalah contoh sempurna dari polyphonic ensemble yang rumit, di mana berbagai perspektif karakter disatukan dalam satu lagu yang catchy dan penuh intrik. (berita olahraga)
Lagu-lagu lain seperti “Surface Pressure” yang dinyanyikan oleh karakter Luisa dan “What Else Can I Do?” oleh Isabela memberikan kedalaman psikologis yang jarang ditemui dalam film anak-anak. Melalui lirik yang cerdas dan irama reggaeton atau rock ballad, penonton diajak memahami beban mental yang ditanggung oleh karakter-karakter tersebut. Musik dalam Encanto bukan sekadar tempelan, melainkan alat untuk mengupas lapisan emosi yang tidak bisa disampaikan melalui dialog biasa. Miranda berhasil memadukan irama tradisional Kolombia seperti bambuco, mapalé, dan cumbia dengan sensibilitas pop modern, menciptakan soundtrack yang terasa segar sekaligus berakar kuat pada budaya aslinya.
Trauma Antargenerasi dan Dekonstruksi Peran Keluarga
Jantung dari Encanto adalah temanya yang dewasa mengenai trauma antargenerasi. Konflik utama film ini bermuara pada Abuela Alma, sang matriark keluarga. Abuela bukanlah penjahat yang ingin menguasai dunia; ia adalah seorang penyintas yang kehilangan suaminya dalam konflik bersenjata dan harus membesarkan tiga bayi sendirian. Trauma kehilangan ini membuatnya terobsesi untuk melindungi “keajaiban” keluarganya dengan cara apa pun, yang akhirnya bermanifestasi menjadi tekanan perfeksionisme yang mencekik anak dan cucunya. Ia tanpa sadar menempatkan nilai anggota keluarganya hanya berdasarkan kegunaan sihir mereka bagi komunitas, bukan sebagai individu.
Film ini dengan cerdas membedah peran-peran arketipe dalam keluarga besar. Ada Luisa si “Anak Kuat” yang merasa tidak boleh lemah atau istirahat barang sejenak karena takut mengecewakan semua orang. Ada Isabela si “Anak Emas” yang terjebak dalam citra kesempurnaan hingga tidak bisa menjadi dirinya sendiri. Dan ada Bruno, si “Kambing Hitam” yang diasingkan karena mengatakan kebenaran yang tidak nyaman. Mirabel, yang tidak memiliki kekuatan, justru menjadi satu-satunya yang bisa melihat keretakan ini karena ia tidak terbutakan oleh status spesial. Perjalanan Mirabel bukanlah untuk mendapatkan kekuatan sihir, melainkan untuk menyembuhkan trauma neneknya dan menyatukan kembali kepingan keluarga yang retak.
Kesimpulan Review Film: Encanto (2021)
Secara keseluruhan, Encanto adalah sebuah pencapaian sinematik yang indah dan mendalam. Film ini berhasil menyajikan cerita yang sangat spesifik secara budaya namun memiliki resonansi emosional yang universal. Ia mengajarkan kita bahwa tidak perlu menjadi spesial atau memiliki “bakat ajaib” untuk menjadi berharga. Keberhargaan seseorang terletak pada keberadaannya itu sendiri, bukan pada apa yang bisa ia berikan atau hasilkan untuk orang lain.
Bagi siapa saja yang pernah merasa tidak cukup baik di mata orang tua, atau merasa terbebani oleh ekspektasi keluarga besar, Encanto akan terasa seperti sebuah pelukan hangat yang memvalidasi perasaan tersebut. Film ini membuktikan bahwa Disney masih mampu berevolusi, beralih dari kisah cinta pangeran dan putri menuju kisah cinta yang lebih kompleks: cinta dalam keluarga yang perlu diperjuangkan, diperbaiki, dan dimaafkan. Sebuah tontonan wajib yang tidak hanya menghibur mata dan telinga, tetapi juga menyembuhkan hati.
review film lainnya …..

