Review Film The Great Wall. Film The Great Wall (2016), disutradarai Zhang Yimou, jadi salah satu produksi bersama Tiongkok-Hollywood paling ambisius saat rilis. Dibintangi Matt Damon, Jing Tian, Pedro Pascal, Willem Dafoe, dan Andy Lau, cerita fantasi ini gambarkan tentara Eropa yang terdampar di Tiongkok era Dinasti Song dan ikut pertahankan Tembok Besar dari serbuan monster alien bernama Tao Tei. Dengan anggaran lebih dari 150 juta dolar, film ini raih sukses box office di Asia tapi kritik campur aduk di Barat. Di 2025, The Great Wall sering dibahas sebagai contoh blockbuster lintas budaya yang berani tapi tak sepenuhnya sukses. BERITA BOLA
Visual Spektakuler dan Aksi Massal: Review Film The Great Wall
Yang tak terbantahkan adalah skala visualnya—ribuan tentara berzirah warna-warni, katapel raksasa, balon udara, dan panah api yang hujani monster hijau. Zhang Yimou pakai palet cerah khasnya: merah untuk pasukan crane, biru untuk archer, hitam untuk infantry—buat pertempuran terlihat seperti parade militer yang megah. Adegan serbuan Tao Tei ke Tembok jadi highlight: gelombang monster naik dinding seperti tsunami, lawan tentara yang lompat bungee atau terjun dengan tombak. Efek CGI solid untuk masanya, meski kadang terasa over-the-top. Musik rock-orchestral beri energi tinggi, buat aksi terasa seperti video game epik.
Kritik Plot dan Representasi Budaya: Review Film The Great Wall
Sayangnya, cerita sering terasa tipis dan klise—Matt Damon sebagai mercenary Barat yang tiba-tiba jadi hero utama picu kontroversi white savior trope, meski karakter Tiongkok seperti Commander Lin (Jing Tian) dan Strategist Wang (Andy Lau) punya peran krusial. Dialog kadang kaku karena bahasa campur, humor Pedro Pascal terasa dipaksakan, dan monster Tao Tei kurang dieksplor motifnya selain lapar. Plot penuh lubang: kenapa monster serang setiap 60 tahun? Bagaimana Tembok cukup untuk lawan mereka ribuan tahun? Fokus pada aksi buat pengembangan karakter dangkal—motivasi Damon dari greedy jadi honorable terasa cepat dan kurang meyakinkan.
Warisan dan Dampak Industri
The Great Wall jadi simbol ambisi kolaborasi Tiongkok-Hollywood—buka pintu lebih lebar untuk aktor Barat di pasar Asia, dan sebaliknya. Meski kritik Barat sebut sebagai propaganda nasionalisme atau fantasi berlebihan, film ini sukses besar di Tiongkok dan bukti Zhang Yimou bisa handle blockbuster internasional. Pengaruhnya terasa di film monster Asia kemudian, meski tak sebanyak wuxia klasiknya. Di era 2025, saat kerjasama lintas budaya makin umum, film ini dilihat sebagai eksperimen berani yang belajar banyak—visual tetap mengesankan meski narasi tak sekuat harapan.
Kesimpulan
The Great Wall adalah spectacle visual yang menghibur dengan aksi massal megah dan warna cerah khas Zhang Yimou, tapi lemah di plot dalam dan representasi karakter. Buat yang suka monster movie epik atau pertempuran skala besar, ini layak tonton—sensasi adrenalinnya kuat di layar besar. Namun, bagi yang cari cerita mendalam atau akting nuansa, mungkin terasa kosong. Di akhirnya, film ini bukti ambisi tak selalu beri hasil sempurna, tapi tetap beri pengalaman unik yang sulit dilupakan. Rekomendasi untuk malam santai penuh ledakan dan warna, meski dengan ekspektasi realistis.
